MANDIRI - UNGGUL - PROFESIONAL

Rabu, 30 November 2011

KEPRIBADIAN UNGGUL

KEPRIBADIAN UNGGUL
1. Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara;
Melakasanakan upacara bendira pada hari senin dan/atau hari sabtu serta hari-hari nasional
Melaksnakan kegiatan kepramukaan
Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat yang bernilai sejarah
Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan dan semangat perjuangan para pahlawan
Melaksanakan kegiatan bela negara
Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang negara
Melakukan pertukaran siswa antar sekolah dan antar negara

2. Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat;
Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian
Menyelenggarakan kegiatan ilmiah
Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar.
Mendesain dan memproduksi media pembelajaran
Mengadakan pameran yang inovatif dari hasil penelitian
Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah
Membentuk klub sains, seni, olehraga, dll
Mengadakan festival dan lomba seni
Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olehraga

3. Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural;
Menetapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing
Malaksanakan latihan kepemimpinan siswa
Melaksanakan kegiatan dengan prinsip kejujuran, transparan dan propesional
Melaksanakan kewajiban dan hak diri dan orang lain dalam masyarakat
Melaksakan kelompok belajar, diskusi, debat dan pidato
Melaksanakan kegiatan orientasi siswa baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan
Melaksanakan penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah


Rabu, 23 November 2011

KIAT MERAH PRESTASI


KIAT MERAIH PRESTASI DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH *)
Oleh Drs. Abdurrahman , M.Pd.

 

*) Makalah ini disiapkan untuk Seminar Nasional Penulisan Karya Tulis Mahasiswa yang diselenggarakan oleh UNNES pada tanggal 8 April 2006 di Kampus UNNES Semarang .
 


A.        PENDAHULUAN
            Dalam Seminar ini kami bebicara bukan bermaksud menggurui peserta seminar. Kami yakin bahwa mahasiswa maupun dosen yang hadir di sini sebenarnya telah memiliki kemampuan menulis karya ilmiah. Kesempatan ini lebih tepat kita pandang sebagai arena tukar pendapat perihal tentang bagaimana agar karya ilmiah yang dibuat bisa meraih prestasi dalam kancah kompetisi tingkat Nasional yang belakangan ini semakin ketat .
            Pengalaman kami mendampingi mahasiswa Teknik dalam kompetisi karya ilmiah tingkat Nasional yang di kenal dengan PIMNAS, menunjukkan bahwa betapa berat perjuangan Mahasiswa untuk mencapai juara I. Melalui kerja keras dan cerdas secara berturut – turut sejak PIMNAS 2002, 2003, 2004 dan 2005 mahasiswa FT telah meraih medali emas. Tanpa ada dukungan dari lembaga yang demikian besar kontribusinya, prestasi tersebut sulit tercapai .
            Kami memiliki keyakinan yang kuat bahwa mahasiswa UNNES memiliki kemampuan untuk meraih prestasi di tingkat Nasional. Terbukti sejak 2 tahun terakhir ini Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UNNES secara    sungguh – sungguh membakar semangat mahasiswa untuk berkreasi di bidang karya ilmiah telah mengangkat UNNES pada PIMNAS 2005 di Padang menduduki peringkat III setelah IPB dan UGM. Mungkinkah tahun mendatang UNNES menduduki peringkat I ? atau justru prestasi peringkat III merupakan yang terbaik yang kemudian merosot lagi ? Itu semua sangat tergantung pada tekad mahasiswa dan dosen pembimbing dalam membuat karya ilmiah mahasiswa. Hanya bermodal kemampuan tidaklah cukup , tetapi harus di dorong dengan kemauan yang kuat tanpa mengenal lelah & pantang putus asa , kami yakin mahasiswa UNNES mampu mengalahkan mahasiswa dari universitas manapun .
            Dalam hal kemauan tidaklah berlebihan jika kita mengambil hikmah dalam ceritera pewayangan yang terkenal yaitu “ Perang Baratayuda “. Seorang pahlawan yang bernama Arjuna yang memiliki kemampuan perang luar biasa hampir mundur ketika berhadapan dengan lawannya yang mana lawannya adalah saudaranya sendiri dan mantan gurunya. Dia ragu , hilang semangatnya dan hatinya luluh. Dalam keadaan patah semangat Arjuna mendapat wejangan dari Kresna , bahwa seorang Ksatira tidaklah pantas mundur dari medan pertempuran dan wajib memerangi watak angkara murka. Berpijak dari wejangan ini arjuna membulatkan tekadnya maju perang dan menghabisi lawan – lawannya , alhasil Arjuna menang. Kisah tersebut menggambarkan bahwa untuk menjadi pemenang harus didasari dua hal, yaitu KEMAMPUAN dan KEMAUAN.
            Oleh sebab itu , sekali lagi jangan biarkan kemampuan yang kita miliki terbuang sia – sia tanpa menghasilkan karya ilmiah yang banyak di tawarkan oleh Dikti maupun Lembaga lain. Setelah menyelesaikan Seminar Nasional ini kami sangat mengharap kepada mahasiswa dapat memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk berkarya agar kita tidak tergolong orang yang merugi. Lebih lanjut tulisan ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan strategi agar karya ilmiah yang dibuat dapat meraih prestasi.
           
B. KARYA  ILMIAH
            Setiap mahasiswa pasti akan di hadapkan dengan kegiatan penulisan karya ilmiah , sekalipun mereka tidak mengikuti lomba karya ilmiah yang di kompetisikan oleh Dikti maupun lembaga penyelenggara lainnya. Karya ilmiah beragam bentuknya mulai dari makalah , laporan proyek akhir , skripsi , tesis, disertasi, dan lain lain.
Ada beberapa bentuk Karya Ilmiah yang sering di kompetisikan , yaitu :
-          Lomba Karya Tulis Mahasiswa ( LKTM )
-          Lomba Karya Inovatif Produktif ( LKIP )
-          Lomba Rancang Bangun Teknologi ( LRBT )
-          Pengembangan Budaya Kewirausahaan Mahasiswa
-          Penelitian Inovatif bagi mahasiswa
-          Program Kreativitas Mahasiswa
-          Lomba Inovasi Bisnis Pemuda ( LIB )
-          Kontes Robot Cerdas Indonesia dan Kontes Robot Indonesia
-          Rancang Bangun Jembatan
-     Lomba Karya Tulis Presentasi Pemikiran Kritis Mahasiswa
-     Lomba Karya Tulis Lingkungan Hidup ( LKTM – LH )
-     Lomba Karya Tulis Mahasiswa Berprestasi
-     DLL
            Beragam bentuk karya ilmiah tersebut , pada tiap bentuk memiliki tata cara format penulisan keilmuan beragam yang dapat di temui  dalam berbagai pedoman / panduan penulisan. Tata cara format penulisan bisa berbeda namun jiwa dan penalarannya adalah sama. Tata cara format penulisan merupakan masalah selera dan preferensi perorangan dengan memperhatikan berbagai faktor seperti masalah apa yang sedang di kaji , siapa pembaca tulisan ini dan dalam rangka kegiatan keilmuan apa karya ilmiah di sampaikan . Namun demikian bagi mahasiswa yang mengikuti lomba karya ilmiah , wajib mematuhi tata cara penulisan sesuai dengan panduan yang telah di tentukan. Hal ini penting karena salah satu aspek dalam penilaian merujuk pada komponen yang ada pada format penulisan .
            Karya ilmiah yag baik tidak saja menyangkut tata cara format penulisan , penggunaan bahasa , tetapi melibatkan kemampuan kerja yang terkoordinir dalam menyerap informasi , memproses dan menyajikan dalam logika yang runtut, sangat dominan terwujudnya karya ilmiah yang berkualitas .
            Sebuah karya ilmiah sudah dapat dipastikan berisi Judul, Perumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Landasan teori, dan Pembahasan. Karya ilmiah PKMI tidak mensyaratkan Landasan Teori, sedangkan karya ilmiah PKM non PKMI dan Rancang Bangun Teknologi secara eksplisit tidak mensyaratkan adanya Pembahasan.

C. KRITERIA  KARYA  ILMIAH  YANG BAIK

            Membicarakan tentang kriteriai karya lmiah yang baik, tiap orang      memiliki dasar yang beragam dalam memberikan predikat baik tidaknya      suatu karya ilmiah. Bisa terjadi suatu karya ilmiah mendapat penilaian berlawanan oleh dua orang penilai. Kejadian ini dapat dimaklumi karena karya ilmiah memang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang masing-masing mempunyai alasan sesuai dengan latar belakang keilmuan yang dimiliki oleh orang yang menilai.
            Ada  beberapa  faktor  dominan  yang  mewarnai  baik  tidaknya karya ilmiah , yaitu :
            Pertama, karya ilmiah ditinjau dari manfaatnya. Tidak sedikit karya ilmiah yang dibuat memiliki manfaat yang sangat kecil , bahkan tidak bermanfaaat. Kalau dicermati banyak karya ilmiah yang hanya merupakan koleksi tanpa ada tindak lanjut.       Kembali  pada  masalah  manfaat karya ilmiah,  ada  tiga  tingkatan manfaat , yaitu :

1. Manfaat terhadap teori , ilimu atau teknologi.
            2. Manfaat terhadap pembangunan masyarakat atau negara.
            3. Manfaat terhadap lembaga.
Setidak-tidaknya karya ilmiah dapat memberi sumbangan terhadap salah satu dari ketiga aspek tersebut. Untuk mencapai kearah itu langkah awal yang perlu diperhatikan , yaitu kecermatan dalam menentukan masalah.
            Kedua , keaslian karya ilmiah. Yang dimaksud keaslian adalah karya ilmiah yang dibuat memang benar-benar baru tidak merupakan pengulangan yang sudah pernah dilakukan .
            Ketiga , prosedur metodologi. Pada fase ini perlu diperhatikan latar belakang masalah, perumusan masalah, kajian teori, metode ( survei, eksperimen dll ),  populasi dan sample, instrumen, teknik pengumpulan data, desain dan analisis data .
            Keempat , tata tulis dan bahasa. Tata tulis hendaknya konsisten. Jika menggunakan American Psychological Association  ( APA ), mulai dari awal sampai akhir tulisan harus mematuhi aturan yang ada di dalam APA, demikian juga jika menggunakan tata tulis Modern Language Association ( MLA ) atau aturan dari pusat bahasa. Sering terjadi penggunaan tata tulis yang tidak konsisten yaitu mencampur adukkan antara ketiga aturan tata tulis tersebut.  Kecuali tata tulis penggunaan bahasa hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak penulis yang belum dapat mengemukakan melalui tulisan yang baik sehingga menimbulkan salah interprestasi bagi pembaca. Penulis harus mampu meyakinkan pembaca tentang nilai karya ilmiahnya dan menunjukkan jalan berfikir yang baik .

D. METODE MENEMUKAN PERMASALAHAN PENELITIAN

            Seperti telah dikemukakan didepan bahwa menentukan masalah adalah pekerjaan yang sangat penting. Melihat pentingnya kedudukan masalah yang akan diungkap, dapat dikatakan bahwa mengetahui permasalahan dan merumuskannya secara tepat dapat dipandang merupak 50 % dari pemecahan permasalahan .
            Permasalahan hendaknya memiliki dampak dimasa yang akan datang. Jika masalah yang akan diangkat ternyata tidak memiliki dampak dimasa mendatang, sebaiknya tidak perlu di angkat dalam karya ilmiah.
            Mahasiswa sering mengalami jalan buntu saat memikirkan masalah apa yang akan diungkap dalam karya ilmiahnya. Ada beberapa cara untuk membantu menemukan permasalahan, diantaranya melalui ( a ) diskusi, ( b ) daya khayal dan ( c ) intuisi. Berikut ini ketiga cara tersebut .

a) Diskusi
            Diskusi merupakan cara yang mudah dilakukan untuk menentukan permasalahan. Diskusi dapat dilakukan dengan teman atau penulis senior. Melalui diskusi dapat memberi berbagai alternatif pemecahan, yaitu :
  1. Orang lain dapat melihat persoalan dari sisi lain sehingga memungkinkan memberi ide-ide baru yang bermanfaat.
  2. Dari berbagai pandangan peserta diskusi, dapat disintesikan menjadi suatu ide baru.
  3. Melalui diskusi, masing-masing ide akan mendapat kritikan sehingga diperoleh ide baru yang benar-benar solid.
  4. Masalah yang ditemukan melalui diskusi benar-benar masalah yang sangat bermanfaat, bukan merupakan permasalah peneliti sendiri.
  5. Kemungkinan terjadi pengulangan permasalahan menjadi semakin kecil, karena telah dicermati oleh orang banyak ( peserta diskusi ).

b) Menggunakan Potensi Daya Khayal
            Pada situasi tertentu, terutama saat bebas dari pekerjaan fisik maupun mental yang cukup melelahkan, orang sering melanturkan pikiran ke arah di luar persoalan yang sedang dihadapi. Proses ini tentunya akan menyerap energi yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah- masalah yang penting.
            Pada waktu luang misalnya menjelang tidur sering pikiran diperbolehkan berkembang kemana-mana secara leluasa bahkan apa yang ada dalam pikiran adalah hal-hal yang sangat aneh ( sangat tidak mungkin ). Memanjakan pikiran secara leluasa ini dinamakan melamun. Melamun adalah aktifitas yang seharusnya dijauhi karena tidak akan menemukan pemecahan masalah maupun menemukan masalah dalam kontek penelitian .
            Aktifitas otak yang mirip dengan melamun adalah daya khayal. Kedua aktifitas ini sebenarnya tidak sama, hanya orang sering menyamakan kedua pengertian tersebut. Kalau orang sedang memecahkan masalah, langkah-langkah yang lazim ditempuh adalah menghubung-hubungkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui pengalaman praktek maupun melalui membaca buku yang relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi. Namun demikian terkadang munculnya pemikiran untuk memecahkan masalah tanpa berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh dimasa lalu. Orang dapat menghubungkan beberapa fenomena tanpa melalui tahap – tahap yang lazim. Kemampuan ini dinamakan kemampuan daya khayal. Tiap orang mempunyai day khayal tidak sama, tergantung sejauh mana mereka sering melatih. Kemampuan daya khayal juga dipengaruhi oleh pembawaan sejak lahir.
            Potensi daya khayal dapat ditingkatkan dengan cara sering menggunakan daya khayal setiap akan memecahkan masalah apa saja atau saat mencari permasalahan penelitian. Dalam menggunakan daya khayal, coba bayangkan atau buat gambaran dalam pikiran tentang sesuatu yang berkaitan dengan apa yang diinginkan .
            Dengan memiliki potensi daya khayal yang tinggi, dapat diterapkan potensi tersebut dalam mencari masalah penelitian. Daya khayal dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi dalam mencari permasalahan penelitian. Kecuali itu daya khayal dapat digunakan untuk merangsang penerapan hasil penelitian yang lebih tepat, sebab dengan memanfaatkan daya khayal seseorang dapat membayangkan implikasi-implikasi hasil penelitian. Daya khayal memungkinkan kita untuk menjelajah ke daerah yang belum kita kinal bersamaan dengan itu akal memeriksa temuan-temuan dengan lebih teliti .

c) Memanfaatkan Intuisi
            Dalam memecahkan masalah atau mencari masalah penelitian, intuisi sangat besar manfaatnya. Istilah intuisi ada yang menyebut firasat atau ilham. Pengertian tersebut pada dasarnya sama yaitu suatu pengertian atau penjelasan yang datangnya secara tiba-tiba.
            Terjadinya intuisi tidak tentu datangnya, maka sebaiknya jika kita mendapat intuisi, langsung dicatat. Sering terjadi timbulnya intuisi justru pada saat seseorang tidak memikirkan secara sadar mengenai masalah yang dihadapi. Sebagai contoh, yaitu peristiwa yang dialami oleh Archimedes. Waktu beliau sedang merendam diri dalam bak air, tiba-tiba ditemukan pemecahan masalah yang sedang dipikirkan yang dikenal “ hukum Archimedes “.
            Intuisi dapat terjadi pada saat  sedang tidur. Singer, penemu mesin jahit menemukan lubang jarum mesin jahit pada ujungnya ketika dia dalam tekanan yang sangat berat dari pihak yang memberi proyeknya. Dia bermimpi dikepung orang-orang liar yang menusuk – nusuk dengan tombak yang berlobang diujungnya.
            Pada prinsipnya intuisi dapat timbul kapan saja, yaitu pada saat orang sedang berusaha memecahkan masalah atau beristirahat sebentar setelah berusaha dan mengalihkan pikiran ke hal-hal lain. Bagaimana cara memperoleh intuisi ? Ada beberapa cara untuk memperoleh intuisi yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan permasalahan penelitian atau tujuan – tujuan lain, yaitu :
  1. Pikirkan secara mendalam mengenai persoalan hingga pikiran kita jenuh. Dengan penjenuhan pikiran, akan memungkinkan bekerjanya pikiran bawah sadar.
  2. Melepaskan diri dari semua persoalan atau gangguan yang selama ini dipikirkan. Persoalan keluarga, kekacauan pikiran, sangat mengganggu perolehan intuisi.
  3. Gunakan waktu luang untuk benar-benar beristirahat setelah usaha keras dilakukan. Pekerjaan yang tidak membutuhkan usaha mental seperti mengerjakan hobi ( memancing, rekreasi ), berjalan-jalan, kerja fisik ringan sering membantu memperoleh intuisi.
  4. Menciptakan rangsangan positif dengan melalui ( a ) diskusi,                    ( b ) membaca tulisan ilmiah ( hasil-hasil penelitian ), dan ( c )    membaca tulisan yang bertentangan dengan pandangan kita.

Secara substantif, masalah yang akan diangkat menjadi karya ilmiah dituntut memenuhi kriteria, antara lain :
  1. Tepat waktu, yaitu masalah yang sedang hangat diperbincangkan saat ini.
  2. Menjawab masalah praktis yang mendesak untuk dipecahkan.
  3. Masalah yang diangkat berdampak luas dalam masyarakat.
  4. Mempertajam konsep yang sudah ada.
  5. Originalitas, yaitu masalahnya benar-benar baru.
Ditinjau dari tingkat urgensinya permasalahan dapat dikelompokkan menjadei tiga, yaitu:
  1. Pseudo problem, yaitu masalah yang semu, artinya masalah tersebut masih pada taraf yang tidak begitu membahayakan bahkan jika tidak diatasi tidak begitu berdeampak negatif terhadap lingkungannya.
  2. Actual problem, yaitu masalah yang dirasakan oleh kelompok tertentu dan jika tidak diatasi, kelompok tersebut merasa terganggu. Bentuk teknologi yang digunakan untuk mengatasi masalah yang dikategorikan actual problem tidak teknologi baru, tetapi orang lain di tempat berbeda mungkin sudah pernah mengetahui atau pernah melakukan pemecahannya.
  3. Genuine problem, yaitu masalah yang benar-benar baru, artinya cara pemecahan masalah belum pernah dilakukan orang lain.
Dari ketiga kelompok tersebut sedapat mungkin dicari permasalahan yang genuine, jika tidak mampu mengatasi masalah yang sifatnya genuine problem, actual problem masih dapat di buat untuk karya ilmiah. Sedapat mungkin hindari masalah yang semu (pseudo problem).

Sumber-sumber yang bisa dijadikan acuan dalam mencari permasalahan antara lain:
  1. Inventarisasi permasalahan di departemen-departemen yang biasa disebar ke Bappeda/ Kanwil.
  2. Permasalahan yang timbul melalui polemik surat kabar.
  3. Permasalahan yang terlontar lewat jurnal-jurnal profesional.
  4. Kristalisasi pengalaman pribadi di lapangan.
  5. Saran-saran skripsi/ tesis yang dibuat orang lain.

E. KIAT MERAIH PRESTASI GEMILANG
            Seperti dikemukakan di atas bahwa manfaat  dari karya ilmiah, keaslian, perumusan masalah,  serta tata tulis dan bahasa memiliki kontribusi yang besar terhadap kualitas karya ilmiah. Oleh karena itu perlu perhatian khusus pada aspek-aspek tersebut.
            Kecuali hal tersebut ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus agar program karya ilmiah mencapai prestasi yang gemilang , yaitu :
  1. Ikuti pedoman umum yang diterbitkan oleh penyelengara lomba. Pelajari pedoman umum dengan cermat sehingga tidak didiskualifikasi. Ingat bahwa jumlah proposal  dan makalah yang masuk dalam setiap kompetisi jumlahnya ratusan bahkan ribuan, dan yang dipilih untuk didanai hanya sebagian kecil.
  2. Penuhi aturan yang ada pada sistematika penulisan. Tiap bentuk lomba karya ilmiah memiliki sistematika berbeda. Jika ada bab maupun sub bab yang kurang sudah barang tentu mengurangi skor yang cukup signifikan.
  3. Cermati kriteria penilaian. Tiap bentuk lomba karya ilmiah memiliki kriteria penilaian yang berbeda, namun dapat dipastikan bahwa bobot pada kriteria permasalahan yang diangkat dan kegunaan/ manfaat yang dapat diambil dalam karya ilmiah memiliki bobot yang besar. Hampir semua lomba kecuali menilai tulisan karya ilmiah juga  menilai presentasi/ penyajian yang dilanjutkan dengan tanya jawab. Pada sesi ini perlu dipersiapkan dengan matang. Buat media yang mampu menjelaskan substansi  karya ilmiah ke dewan juri dengan gamblang dan menarik. Gunakan audio visual untuk meyakinkan dewan juri.  Jangan lupa kerjasama kelompok dalam menjawab pertanyaan dan pegang teguh sikap ilmiah. Beberapa lomba karya ilmiah ada penilaian yang bentuknya visitasi/ pemantauan tentang karya yang telah dibuat. Perlu diperhatikan bahwa bobot penilaian saat visitasi besarnya 80 dan laporan bobotnya hanya 20. Oleh karena itu usahakan saat visitasi, karya yang dibuat harus sudah selesai. Pengalaman selama kami mendampingi program visitasi, banyak karya-karyanya yang belum 100% selesai, bahkan ada yang sangat memprihatinkan dengan alasan dana dari pusat turunnya terlambat. Dalam hal dana yang turunnya terlambat, pihak lembaga harus siap meminjami dan bila dipandang perlu pihak lembaga harus siap menambah dana pembuatan proyek guna suksesnya program visitasi.
  4. Buat tim atau kelompok kajian karya ilmiah di tiap jurusan sebagai pusat curah pendapat dan selalu membuat karya baru tanpa harus menunggu tawaran lomba. Perlu disadarai bahwa informasi lomba biasanya datangnya mendadak, artinya jarak antara informasi dengan deadline pengumpulan proposal atau naskah karya ilmiah hanya beberapa hari. Sering terjadi mahasiswa tidak sanggup membuat proposal dan jika membuat sekedar asal jadi. Pembuatan proposal model dadakan seperti ini jangan harap diterima. Jika sudah terbentuk tim kajian karya ilmiah di jurusan, langkah selanjutnya buat bank proposal atau bank karya ilmiah.
  5. Jika proposal diterima, curahkan semua tenaga all - out untuk merealisasi proposal menjadi hasil karya yang baik agar saat visitasi dewan juri memperoleh skor tinggi, sehingga masuk ke babak final dalam Pimnas. Pada momentum ini peran dosen pembimbing dan kepedulian jurusan sangat luar biasa besarnya. Jika pada tahap mewujudkan proposal menjadi karya nyata pihak dosen pembimbing dan jurusan tidak lagi bersemangat dan hanya dipasrahkan ke mahasiswa, rasanya sulit mencapai hasil yang baik. Kondisi ini yang sering terjadi sehingga lebih banyak menuai kegagalan.
  6. Dosen pembimbing harus benar-benar membimbing mahasiswa selama proses pembuatan proposal atau karya ilmiah hingga pada tahap-tahap selanjutnya, bahkan sampai pada titik akhir, yaitu presentasi karya ilmiah di babak final. Masalah klasik sering muncul penyebab lemahnya semangat dosen pembimbing dalam proses bimbingan, yaitu penghargaan finansiil dosen pembimbing yang sangat kecil, bahkan saat yang dibimbing menjadi juarapun dosen pembimbing tidak disebut namanya, semua hadiah hanya untuk mahasiswa.
  7. Suplai dana dan beri fasilitas yang optimal jika ada tim yang proposalnya maju ke babak final. Saat ada tim yang masuk ke babak final, pihak lembaga harus mendukung total  dengan keyakinan bahwa timnya menjadi juara.
  8. Fasilitasi tim finalis untuk mengadakan latihan presentasi. Ini sangat penting karena butuh jam terbang bagi mahasiswa untuk mampu mengemukakan pendapatnya di depan umum. Sikap dalam presentasi, cara menjawab, penggunaan bahasa tutur yang baik, penampilan, dan etika selama presentasi perlu dilatih berulang-ulang.
  9. Beri janji hadiah yang menarik bagi pemenang – mahasiswa dan dosen pembimbing-  tingkat nasional dan tingkat regional. Program ini mengarah pada pemberian motivasi.
  10.  Tingkatkan motivasi mahasiswa melalui lomba karya ilmiah mulai dari  tingkat jurusan sampai Universitas.
  11.  Budayakan kepada seluruh dosen yang mengajar matakuliah apa saja, pada akhir semester tiap mahasiswa atau kelompok mahasiswa harus menghasilkan proposal atau karya ilmiah berupa makalah.


F. KESIMPULAN
            Berdasarkan urain yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Langkah awal yang perlu ditemukan dalam menulis karya ilmiah adalah menentukan permasalahan yang benar-benar urgen harus di pecahkan.
  2. Usahakan manfaat karya ilmiah yang dibuat benar-benar menyentuh masyarakat banyak.
  3. Optimalkan potensi diri dalam menemukan masalah atau topik melalui diskusi, mengembangkan daya khayal, dan intuisi.
  4. Cermati tata aturan lomba karya ilmiah melalui buku panduan yang diterbitkan oleh penyelenggara. Melalui informasi tersebut dapat dilanjutkan dengan proses penulisan yang benar tidak lepas dari koridor tata cara yang ditentukan.
  5. Kombinasikan kemampuan dan kemauan secara harmonis untuk melakukan kompetisi disetiap lomba karya ilmiah.
  6. Dukungan pembimbing dan  jurusan sangat dibutuhkan dalam kompetisi karya ilmiah, boleh jadi lomba karya ilmiah mahasiswa merupakan refleksi dari kompetisi dosen pembimbingnya.
  7. Kemampuan presentasi merupakan faktor dominan menentukan kemenangan dalam lomba karya ilmiah. Oleh karena itu perlu latihan dan buat alat bantu presentasi yang baik, misal melalui animasi, foto, bahkan jika mampu tayangkan film.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1989). Pedoman Penulisan Ilmiah. Institut Keguruan dan Ilmu
       Pendidikan Jakarta. Fakultas Pascasarjana

Fransz Magnis & Seno. (1995). Wayang dan panggilan manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rumawas F. (1974). Metodologi penelitian. IPB.

Sukamto. (1990). Orientasi topik dan permasalahan untuk penelitian tesis S2.
      Makalah disajikan pada orientasi mahasiswa baru program S2 di IKIP
      Yogyakarta

Sumadi Suryabrata. (1983). Metodologi Penelitian. Jakarta :CV. Rajawali.

Selasa, 22 November 2011

PENDIDIKAN KARAKTER


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.

Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif  karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di berbagai media massa, seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 menggambarkan adanya kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika dikaji,  bahwa kebutuhan itu, secara imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.

Kepedulian masyarakat mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan di berbagai direktorat dan bagian di berbagai lembaga pemerintah, terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa, akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan pemerintah, paling tidak untuk masa 5 (lima) tahun mendatang. Pedoman sekolah ini adalah rancangan operasionalisasi kebijakan pemerintah dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

B.     Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan,  “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.  Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan  karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.


C.    Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional  (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan.
Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu  menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya  terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.  

D.      Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
       Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1.    pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
2.    perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
3.    penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

E.     Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1.      mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2.      mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
3.      menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4.      mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5.      mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

F.     Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber  berikut ini.
1.      Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.      Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3.      Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.